Srikandi Award, itulah nama acara yang diusung kerjasama antar PT. Sari Husada dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Sebuah ajang yang telah dilaksanakan untuk yang ketiga kalinya. Adapun tema yanng diambil pada tahun ini yaitu betajuk “9 Bidandari” sebuah apreasiasi kepada 9 bidan inspirasional yang telah memberikan kontribusi maksimal dalam upaya memperbaiki kesehatan di Indonesia. Adapun kategori penghargaan yang diberikan yaitu tantangan budaya, promosi kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Setelah dilakukan penilaian oleh tim dewan juri, akhirnya terpilih 3 bidan dari 9 bidan yang berhak mendapat predikat Srikandi Award 2011.
Acara penganugrahan sendiri berlangsung cukup meriah dengan dihadiri beberapa artis ibukota, diantaranya Tompi, Giselle, Angklung Mang Udjo dengan dipandu oleh MC yang cukup kocak Deny Chandra. Dan acara yang cukup unik adalah dibuatnya sebuah kabaret yang menceritakan perjuangan para bidan inspirasional di daerahnya berikut dengan tantangannya. Kabaret dibuat sedemikian rupa dan penuh humor, membuat kami para undangan cukup terhibur. Senangnya bisa hadir terutama bisa sharing dengan beberapa bidan yang mendapat predikat bidan inspirasional. Ternyata setelah berbincang-bincang dengan mereka, serasa pengabdian ini belum seberapa dibanding dengan perjuangan dan pengabdian mereka, terutama dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, khususnya mengurangi angka kematian ibu dan bayi di daerahnya. Seiring dengan maksud mulia para bidan inspirasional, mudah-mudahan Bidanku.com juga bisa memberikan sumbangsih nyata kepada masyarakat Indonesia seperti yang telah dilakukan para bidan inspirasional dalam bentuk lain terutama memberikan informasi kesehatan khususnya bumil dan balita. Dan dengan kehadiran bidan inspirasional, membuat kami semakin semangat dalam berbakti. Jayalah Bidan Indonesia!.
Berikut adalah para bidan inspirasional berdasarkan kategori
Daftar Isi
1. KATEGORI TANTANGAN BUDAYA
Merubah Adat di Tepian Batanghari
Nama : Bidan Meiriyastuti
Usia : 32 tahun
Bidan : Sejak tahun 1998
Lokasi : Desa Teriti, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo,
Propinsi Jambi
Penghargaan : tenaga kesehatan teladan puskesmas tingkat nasional
2011 (dari menkes)
Tantangan Budaya : Nyebur ke Ayek, & Nasi Kecap
Bidan Meriyastuti adalah seorang bidan muda yang mendedikasikan dirinya untuk perbaikan status kesehatan ibu dan anak di Desa teriti, tepian Sungai Batang Hari. Desa Teriti merupakan desa terpencil berpenduduk sekitar 932 Jiwa yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Desa ini dapat ditempuh selama enam jam perjalanan darat dari kota Jambi melalui Sungai Batanghari. Diawal pengabdiannya, Bidan Meiriyastuti merasakan kesulitan untuk dapat diterima oleh adat masyarakat. Terkait masalah kesehatan misalnya, banyak orang tidak mau menuruti anjurannya karena mereka lebih percaya kepada dukun. Begitupula untuk urusan persalinan, hampir semua masyakarat di Desa Teriti masih mempercayakan penanganan kelahiran kepada nyai dukun dengan penanganan partus yang salah dan ritual adat pasca kelahiran yang merugikan kesehatan ibu dan bayi.
Salah satunya adalah pantangan makan makanan bergizi bagi ibu nifas. Menurut adat, selama 40 hari pasca melahirkan ibu hanya diperbolehkan mengkonsumsi nasi putih dan kecap asin dengan alasan dilarang oleh dukun karena akan mendatangkan sakit pada bayi yang mereka susui apabila mereka makan sayuran dan ikan. Kebiasaan ini berakibat kurang baik bagi kesehatan ibu dan bayi karena dapat menimbulkan kekurangan nutrisi.
Selain itu, terdapat pula ritual Nyebur ke Ayek, dimana 7 hari setelah dilahirkan, bayi akan dimandikan dengan air kembang di sungai Batang Hari yang dingin. Menurut adat, hal ini perlu dilakukan untuk memperkenalkan anak ke dunia luar tempatnya hidup nanti. Padahal hal ini bisa membahayakan keselamatan bayi. Pernah suatu ketika seorang bayi prematur meninggal karena hipotermia karena dimandikan di sungai yang dingin.
Memadam Api di Batas Negeri
Nama : Bidan Rosalinda Delin
Usia :
Bidan : Sejak 1991
Lokasi : Desa Jenilu, Kec. Kakuluk Atapupu, Kabupaten Belu,
Nusa Tenggara Timur
Penghargaan : tenaga kesehatan terbaik NTT 2000
Tantangan Budaya : Panggang Api
Bidan Rosalinda Delin bertugas di Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk, Atapupu adalah sebuah perkampungan nelayan di Kabupaten Belu, NTT. Desa ini hanya berjarak 12 kilometer dari perbatasan Timor Leste dan terdapat banyak eks pengungsi yang masih tinggal di daerah tersebut dengan kondisi yang cukup memprihatinkan.
Di desa ini terdapat budaya Panggang Api pasca-persalinan yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak jaman nenek moyang. Seusai melahirkan, ibu dan bayinya dibaringkan sambil dipanasi bara api yang menyala dari kolong tempat tidur selama 40 hari. Menurut orangtua, kebiasaan ini ditujukan untuk menghangatkan badan ibu dan bayi.
Meskipun bertujuan baik, budaya Panggang Api mempunyai beberapa efek negative bagi kesehatan ibu maupun bayi. Ibu melahirkan yang melakukan panggang api akan terlihat pucat karena anemia dan mengeluarkan banyak keringat. Sementara bayi yang baru dilahirkannya sangat rentan terkena gangguan pernapasan atau pneumonia.
Melihat permasalahan ini, Rosalinda Delin, bidan desa yang bertugas di Puskesmas Atapupu- Belu merasa terpanggil untuk menghilangkan kebiasaan Panggang Api di wilayahnya. Ia melakukan kunjungan kesetiap rumah ibu yang baru melahirkan dengan memberikan informasi dan penjelasan mengenai bahaya kebiasaan panggang api ini.
Melebur Adat di Bumi Mandar
Nama : Bidan Sri Ariati
Usia :
Bidan : sejak tahun1973
Lokasi : Kab Majene
Awal masa tugasnya di Majene, bidan Sri Ariati menemui kendala perbedaan bahasa. Masyarakat Majene umumnya menggunakan bahasa Mandar sebagai bahasa ibu. Permasalahan bertambah lagi dengan banyaknya dukun bersalin atau yang biasa disebut ”sando”. Jumlah sando di Kabupaten Majene sebanyak 172 orang, sedang jumlah bidan hanya 95 orang. Di wilayah kerjanya sendiri terdapat 18 orang sando.
Selain menolong persalinan, para sando juga menganjurkan setiap ibu yang baru melahirkan untuk mengangkat air dari sumur ke rumah. Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi turun-menurun di Kabupaten Majene. Hal ini cukup membahayakan, bahkan pernah ada kasus seorang ibu yang pingsan sehabis melakukan tradisi angkat air karena kelelahan karena ia juga harus menyusui bayi kembarnya.
Untuk dapat melakukan perubahan di masyarakat, langkah yang pertama dilakukan oleh bidan Sri Ariati adalah berusaha mendekati para sando untuk diajak bermitra karena setiap ibu di sana memiliki sando kepercayaannya sendiri-sendiri. Namun hal ini bukanlah hal yang mudah, karena para sando umumnya hanya bisa berkomunikasi menggunakan bahasa mandar. Untuk itu bidan Sri Ariati mulai mempelajari bahasa Mandar secara perlahan-lahan.
Saat bidan Sri Ariati mulai bisa sedikit bahasa Mandar, ia lebih mudah berkomunikasi dengan sando dan masyarakat secara umum. Ia terus mengunjungi satu persatu rumah sando untuk menjalin kerjasama dengan mereka. Terkadang ia memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu di rumah sando dengan menggunakan bahasa mandar yang masih terbata-bata.
Melalui pendekatan yang intensif selama empat tahun, akhirnya bidan Sri Ariati sukses merangkul 18 orang sando di wilayah kerjanya untuk melakukan kemitraan. Budaya mengangkat air juga sudah tidak dilakukan lagi. Saat ini bidan Sri Ariati bukan hanya seorang bidan, tetapi juga tokoh yang dihormati. Masyarakat di desanya memberinya julukan ”Daeng Sombere” yang berarti si peramah.
2. KATEGORI PROMOSI KESEHATAN
Menuju Generasi Sehat di Tanah Deli
Nama : Bidan Dewi Susila
Usia : 32tahun
Bidan : sejaktahun1998
Lokasi : Desa Tanjung Morawa – A, Kecamatan Tanjung Morawa,
Kabupaten Deli Serdang
Penghargaan : Bidan desa terbaik 1 kab. Deliserdang 2009, desa siaga terbaik 1 sumut
KB Pria Tanda Cinta
Nama : Bidan Ni Nyoman Rai Sudani
Usia : 51 tahun
Bidan : sejak tahun 1982
Lokasi : Kecamatan Abiansemal, Kab. Badung, Bali
Penghargaan : juara 1 lomba KB pria, kab. Badung, juara 1 kader teladan propinsi Bali,
(training: in house training dasar hukum kesehatan,manajemen ormas dan
LSM)